Senin, 12 November 2012

Penemuan baru


"Partikel berbentuk cacing menghasilkan ekspresi gen dalam sel-sel hati 1.600 kali lebih banyak dibanding yang dihasilkan dua bentuk lainnya."

Para peneliti dari Universitas Johns Hopkins dan Northwestern telah menemukan cara untuk mengontrol bentuk nanopartikel yang berfungsi memindahkan DNA dalam tubuh, serta menunjukkan bahwa bentuk-bentuk penghantar ini bisa membuat perbedaan besar dalam hal pengobatan kanker dan berbagai penyakit lainnya.
Studi yang dipublikasikan pada 12 Oktober dalam jurnal Advanced Materials ini juga patut menjadi perhatian karena teknik terapi gen ini tidak harus memanfaatkan virus untuk menghantarkan DNA ke dalam sel. Beberapa upaya terapi gen yang bergantung pada virus mengandung berbagai resiko kesehatan.
“Nanopartikel ini bisa menjadi kendara penghantar yang lebih aman dan efektif untuk terapi gen, menargetkan berbagai penyakit genetik, kanker serta penyakit-penyakit lain yang bisa disembuhkan dengan pengobatan gen,” kata Hai-Quan Mao, profesor ilmu dan teknik material di Sekolah Teknik Whiting Johns Hopkins.
Mao telah mengembangkan nanopartikel nonviral untuk terapi gen selama satu dekade. Pendekatannya melibatkan pengkompresian potongan-potongan DNA yang sehat dalam lapisan polimer pelindung. Partikel-partikel ini dirancang untuk menghantarkan muatan genetiknya hanya setelah partikel ini bergerak melewati aliran darah dan memasuki sel-sel yang menjadi sasaran. Dalam sel-sel tersebut, polimer mengurangi dan melepaskan DNA. Dengan menggunakan DNA ini sebagai pola dasar, maka sel-sel tersebut dapat memproduksi protein fungsional yang mampu memerangi penyakit.

Ilustrasi ini menggambarkan molekul-molekul DNA (hijau muda), dikemas ke dalam nanopartikel dengan menggunakan polimer dalam dua segmen yang berbeda. Satu segmennya (hijau gelap) membawa muatan positif yang mengikatnya pada DNA, dan segmen lainnya (cokelat) membentuk lapisan pelindung pada permukaan partikel. Dengan menyesuaikan pelarut yang mengelilingi molekul-molekul ini, para peneliti Johns Hopkins dan Northwestern mampu mengontrol bentuk nanopartikel. Tes hewan yang dilakukan tim riset menunjukkan bahwa bentuk nanopartikel secara dramatis dapat mempengaruhi seberapa efektif penghantaran terapi gen ke dalam sel. Gambar pada latar depan, meskipun diperoleh dari model komputasi, nyaris sesuai dengan gambar latar belakang abu-abu, yang dikumpulkan melalui mikroskop elektron transmisi. (Kredit: Wei Qu, Universitas Northwestern, gambar simulasi; Xuan Jiang, Universitas Johns Hopkins, gambar mikroskopis)
Sebuah kemajuan besar dalam pekerjaan ini adalah kemampuan para peneliti “menyetel” partikel-partikel dalam tiga bentuk; batang, cacing serta bulatan, yang meniru bentuk dan ukuran partikel-partikel virus. “Kami bisa mengamati bentuk-bentuk itu dalam laboratorium, tapi kami tidak sepenuhnya memahami mengapa mereka mengasumsikan bentuk-bentuk itu dan bagaimana cara mengontrol prosesnya dengan baik,” kata Mao. Pertanyaan-pertanyaan ini penting karena sistem pengiriman DNA yang ia bayangkan mungkin memerlukan bentuk-bentuk spesifik yang seragam.
Untuk mengatasi masalah ini, sekitar tiga tahun lalu Mao mencari bantuan dari rekan-rekannya di Northwestern. Sementara Mao bekerja di laboratorium tradisionalnya yang serba basah, para peneliti di Northwestern merupakan pakar dalam melakukan eksperimen serupa dengan menggunakan model komputer yang canggih.
Erik Luijten, profesor ilmu dan teknik material serta matematika terapan di Sekolah Teknik dan Ilmu Terapan McCormick Universitas Northwestern dan sebagai penulis pendamping dalam makalah, memimpin analisis komputasi pada temuan-temuan tersebut untuk menentukan mengapa nanopartikel diformasikan ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
“Simulasi komputer dan model teoritis kami telah memberi pemahaman mekanistik, mengidentifikasi apa yang bertanggung jawab atas perubahan bentuk tersebut,” kata Luijten. “Kami kini dapat memprediksi secara tepat bagaimana memilih komponen nanopartikel jika ada yang mengingini bentuk tertentu.”
Penggunaan model komputer memungkinkan tim Luijten untuk meniru percobaan laboratorium tradisional dalam waktu yang jauh lebih cepat. Simulasi dinamika molekul ini dilakukan pada Quest, sistem komputasi berkinerja tinggi dari Northwestern. Komputasi ini begitu rumit sehingga beberapa di antaranya memerlukan 96 prosesor komputer yang bekerja secara bersamaan dalam satu bulan.
Dalam makalah mereka, para peneliti juga ingin menunjukkan pentingnya bentuk partikel dalam menghantarkan terapi gen. Para anggota tim riset melakukan tesnya pada hewan, kesemuanya menggunakan bahan partikel yang sama dan DNA yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah pada bentuk partikel: batang, cacing dan bulatan.
“Partikel berbentuk cacing menghasilkan ekspresi gen dalam sel-sel hati 1.600 kali lebih banyak dibanding yang dihasilkan dua bentuk lainnya,” kata Mao. “Artinya, produksi nanopartikel dalam bentuk ini bisa menjadi cara yang lebih efisien untuk menghantarkan terapi gen ke dalam sel-sel tersebut.”
Bentuk-bentuk partikel yang digunakan dalam penelitian ini diformasi lewat cara mengemas DNA dengan polimer dan mengeksposnya ke berbagai pengenceran pelarut organik. Penolakan DNA terhadap pelarut, dengan bantuan rancangan polimer dari tim riset, menyebabkan nanopartikel berkontraksi menjadi bentuk tertentu dengan sebuah “perisai” di seputar materi genetik untuk melindunginya dari penghapusan oleh sel-sel kekebalan.
Dana awal untuk penelitian ini berasal dari Institut NanoBioTeknologi Johns Hopkins. Riset kemitraan Johns Hopkins-Northwestern memperoleh dukungan pendanaan dari National Institutes of Health.
Kredit: Johns Hopkins
Jurnal: Xuan Jiang, Wei Qu, Deng Pan, Yong Ren, John-Michael Williford, Honggang Cui, Erik Luijten, Hai-Quan Mao. Plasmid-Templated Shape Control of Condensed DNA-Block Copolymer Nanoparticles. Advanced Materials, 2012; DOI: 10.1002/adma.201202932

Minggu, 11 November 2012

gangguan pada sistemgerak

Sistem gerak dapat mengalami gangguan atau kelainan. Kelainan pada sistem gerak dapat terjadi karena beberapa hal, seperti kelainan sejak lahir, kekurangan vitamin, dan kecelakaan. Berikut contoh-contoh kelainan yang terjadi pada sistem gerak kita.

1. Rickets

Rickets merupakan suatu kelainan pada tulang yang terjadi karena kekurangan zat kapur, fosfor, dan vitamin D. Kelainan ini dapat terlihat dari kaki yang berbentuk huruf O dan huruf X.

2. Osteoporosis

Suatu keadaan dimana penghancuran tulang lebih cepat daripada proses pembentukan tulang. Akibatnya tulang menjadi keropos. Penyebabnya yaitu karena kekurangan kalsium. Penyakit ini mudah terjadi pada orang yang lanjut usia.

3. Patah Tulang (Fraktura)

Retak atau patah tulang dapat terjadi karena benturan atau tekanan yang terlalu keras. Selain penyebab tersebut, patah tulang dapat terjadi karena kecelakaan. Dapatkah orang yang patah tulang sembuh kembali? Sebagai organ yang hidup, tulang mempunyai kemampuan membentuk jaringan baru untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Oleh karena itu, penderita patah tulang, terutama jika usianya masih muda dapat sembuh kembali. Akan tetapi jika persambungan tulang yang patah tersebut tidak baik maka bentuknya menjadi tidak sempurna dan terlihat cacat. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai ada tulang tubuhmu yang patah.

4. Arthritis

Arthritis merupakan peradangan yang terjadi pada sendi. Dapat terjadi karena banyak mengangkat atau membawa beban terlalu berat, ataupun infeksi mikroorganisme.

5. Lepas Sendi

Sendi lepas dapat dari tempatnya sehingga ligament putus/sobek. Hal ini dapat terjadi karena kecelakaan ataupun ketika melakukan olahraga berat.

6. Kebiasaan Posisi Duduk


Posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan pertumbuhan dan posisi tulang seseorang mengalami kelainan. Kelainan tulang ini dapat terjadi karena kebiasaan posisi duduk yang salah. Contoh kelainan akibat kebiasaan duduk yang salah adalah skoliosis, kifosis, dan lordosis. Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang melengkung ke samping sehingga tubuh ikut melengkung ke samping. Kifosis adalah kelainan pada tulang belakang melengkung ke belakang, sehingga tubuh bungkuk. Adapun lordosis merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut melengkung ke depan sehingga bagian perut maju. Beberapa penyakit atau gangguan pada sistem gerak dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada dirimu.

Kelainan lordosis dan kifosis
Kelainan tulan skoliosis